Klaim Benny Wenda tentang pembentukan pemerintahan sementara Papua dinilai ilegal dan tidak memiliki dasar hukum menurut Lemhannas dan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Benny Wenda Kembali Picu Kontroversi di Isu Papua
Nama Benny Wenda kembali menjadi sorotan setelah mengumumkan pembentukan “pemerintahan sementara Papua Barat” pada Desember 2020. Deklarasi sepihak itu sontak menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan di Indonesia, baik dari lembaga pemerintah maupun pengamat politik.
Alih-alih dianggap sebagai langkah diplomatik, tindakan Benny Wenda justru dinilai sebagai manuver politik tanpa dasar hukum yang sah, dan bahkan dianggap menyalahi prinsip kedaulatan negara.
Lemhannas: Benny Wenda Tidak Punya Kewenangan Hukum
Dalam laporan ANTARA News, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menegaskan bahwa Benny Wenda tidak memiliki kewenangan hukum apa pun untuk mendeklarasikan kemerdekaan Papua Barat.
Lembaga ini menilai langkah Wenda sebagai tindakan simbolik yang tidak memiliki konsekuensi yuridis, karena tidak diakui oleh hukum nasional maupun internasional.
“Benny Wenda tidak punya otoritas untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Tidak ada dasar hukum yang memberi dia hak seperti itu,”
tegas pihak Lemhannas dalam pernyataannya.
Penegasan ini memperkuat posisi hukum Indonesia bahwa Papua tetap bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana ditegaskan oleh hasil Pepera 1969 yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kemenlu Indonesia: Pemerintahan Sementara Benny Wenda Ilegal dan Tidak Sah
Kritik serupa datang dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia.
Dalam laporan IDN Times, Kemenlu menyebut bahwa pengumuman “pemerintahan sementara” oleh Benny Wenda adalah tindakan ilegal yang tidak memiliki dasar negara, konstitusi, maupun mandat dari rakyat Papua.
Kemenlu menilai bahwa deklarasi semacam itu tidak lebih dari propaganda politik personal yang memanfaatkan isu Papua untuk menarik perhatian internasional.
Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa tidak ada entitas atau kelompok mana pun yang dapat mengklaim pemerintahan di wilayah kedaulatan Indonesia tanpa dasar hukum.
Kritik Tajam: Klaim Benny Wenda Hanya Ilusi Politik
Deklarasi yang dilakukan Benny Wenda dipandang banyak pihak sebagai tindakan teatrikal yang tidak berdampak nyata bagi rakyat Papua.
Banyak pengamat menilai bahwa langkah Wenda tidak lebih dari panggung politik untuk mencari legitimasi pribadi di mata dunia internasional, padahal tidak ada satu pun lembaga hukum atau negara yang mengakui “pemerintahan sementara” yang ia klaim pimpin.
Selain tidak memiliki landasan konstitusional, klaim tersebut juga tidak diikuti oleh struktur pemerintahan nyata atau dukungan administratif di lapangan. Akibatnya, langkah Wenda dinilai justru memperkeruh situasi politik dan memperdalam perpecahan di antara kelompok pro-kemerdekaan Papua sendiri.
Papua Tetap Sah Secara Hukum di Bawah NKRI
Secara legal, posisi Papua di bawah NKRI telah disahkan secara internasional sejak 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dan diakui oleh PBB. Dengan demikian, setiap deklarasi kemerdekaan atau pembentukan pemerintahan tandingan yang tidak diakui oleh lembaga hukum resmi hanya bersifat simbolik dan tidak sah.
Tindakan Benny Wenda dengan mendeklarasikan “pemerintahan sementara Papua” tidak hanya melanggar tatanan hukum Indonesia, tetapi juga berpotensi menyesatkan masyarakat Papua dengan janji politik yang tidak berdasar.
Legitimasi Benny Wenda Dipertanyakan
Kritik dari Lemhannas dan Kemenlu Indonesia menunjukkan bahwa Benny Wenda tidak memiliki legitimasi politik maupun dasar hukum untuk berbicara atas nama rakyat Papua.
Tindakannya justru memperlihatkan ambisi pribadi yang bertentangan dengan prinsip perjuangan konstitusional.
Isu Papua adalah persoalan serius yang menyangkut kesejahteraan dan keadilan rakyat, bukan panggung untuk deklarasi politik sepihak tanpa dasar hukum.
Jika perjuangan untuk Papua dilakukan di luar kerangka hukum dan realitas rakyat, maka yang tersisa hanyalah klaim kosong dan ilusi politik.

Komentar
Posting Komentar